Saturday, 14 September 2013

Margarethe Gertruide Zelle (Matahari): Pelacur Asal Indonesia Sekaligus Mata-Mata Jerman dan Perancis

Mengulas tentang hal berbau kontroversial memang menarik. Apalagi berhubungan dengan wanita. Mahluk dibalik langkah gemulainya tersimpan berjuta misteri dan pesona yang senantiasa menarik untuk dibahas. 

Begitu juga dengan kisah gadis Belanda yang bernama Margarethe Gertruide Zelle ini. Ia adalah seorang wanita Belanda di era PD-I menjadi penari orientalis dan diduga spion politik untuk pemerintah Jerman dan Perancis.

Dia lahir di Leeuwarden, Belanda. Ketika menginjak usia 19 tahun, tepatnya tahun 1895, dia dinikahi oleh Rudolph Macleod,(39 tahun). Rudolph adalah perwira tinggi militer Belanda yang bertugas di Indonesia. Pasangan baru menikah ini diboyong ke Indonesia, pertama kali tinggal di Semarang.


Margarethe senang dengan rumah di Semarang yang nyaman dan asri. Tak berapa lama kemudia, suaminya harus berpindah tugas ke Malang, di daerah Tumpang. Di situ Margarethe suka bermain ke candi Jago, candi Kidal, candi Singosari.


Dia mengagumi tarian Serimpi yang ditarikan di candi-candi tersebut. Kemudian Suaminya dipindah tugaskan ke Sumatra. Margarethe tidak kerasan tinggal di Sumatra. Dia rindu dengan suasana di Jawa. Apalagi anak laki-lakinya Norman meninggal di Sumatra. Tahun 1902 pasangan ini kembali ke Belanda. Dan berakhir dengan perpisahan. Rudolph tinggal dengan anak perempuannya.


Masih pada tahun yang sama Margarethe pergi ke Paris, dengan tujuan akan belajar balet yang kemudian timbul niat Margarethe untuk menjadi penari orientalis di sebuah klab malam. Dia mencoba menari sebisanya bergaya tarian Jawa. Apalagi dia dulu sering melihat tari Serimpi di candi Jago, Malang. Pakaian pun dia variasi sendiri. Bahkan Margarethe sebenarnya tidak tahu banyak kesenian Jawa, apalagi agama nenek moyang orang Jawa. Dia nekat saja menari dan berpakaian khas ketimuran.


Tarian dia membuat gebrakan baru. Bukan saja dia pandai menari orientalis di mata orang Paris, namun dia juga menari dengan eksotik dan telanjang. Dalam waktu singkat namanya dengan cepat melambung. Banyak kaum elit Paris dan Eropa lainnya terkesima dengan penampilannya.


Ketika banyak media menyorotnya. Dia mengaku kalau lahir di kota Jaffnapatam, pantai Malabar, India. Sedang ayahnya seorang Brahmana dan ibunya seorang penari di candi. Kebohongannya membuat publik makin yakin.


Pelacur Elit Asal Indonesia Sekaligus Mata-mata Jerman dan Perancis
Apalagi setelah nama yang sebenarnya sebagai istri Rudolph Mcleod itu diganti dengan nama MATAHARI. Nama itu kedengarannya sangat asing di telinga orang barat. Khas ketimurannya menonjol. Matahari memang cocok dianggap orang timur. Bukan saja rambutnya yang hitam kelam dan kulitnya yang kecoklatan. Tapi bibir dan matanya tampak bukan seperti orang barat. Tariannya sungguh liar dan mengundang decak kagum banyak penonton.

Seorang yang dibuat tergila-gila pertama kali adalah Emile Guimet. Dia pengusaha industri sabun cuci dari kota Lyon, Perancis. Sejak tahun 1885, Guimet telah mendirikan museum yang mengkoleksi barang-barang seni orientalis dan dia juga mempersilakan museumnya untuk pentas dan mengenalkan pada kalangan elit Paris. Honor yang didapat Mata Hari saat itu berupa emas seharga 1000 Franc.


Pada tahun 1905 Matahari telah melakukan pertunjukan sebanyak 35 kali. Penonton yang terbanyak di Olympia-Theater, dia mendapat bayaran sejumlah 10.000 Francs. Di samping dia pentas di pertunjukan umum, juga melayani pentas privat. Matahari bercita-cita punya pacar orang kaya. Dan kemudia cita-citanya tercapai. Tak hanya orang kaya dan bangsawan yang menjadi pacarnya, tapi termasuk para perwira tinggi. Dia hidup dengan kemewahan.


Kemudian Matahari berganti pacar lagi, yakni seorang pengacara bernama Edouard Clunet. Dia meminta saran Clunet untuk menghubungkan dengan sebuah agen yang profesional untuk mengurus pementasannya. Clunet lalu menghubungkan dengan agen teater terkenal bernama Gabriel Astruc. Pada Januari 1906, pertama kali Matahari pentas di luar Perancis yaitu di Madrid.



Pada Pebruari 1906 penari yang juga menyandang nama Margarethe itu pergi ke Berlin. Dia tak butuh waktu lama untuk memperkenalkan kebolehannya ke publik. Apalagi ada dukungan dari seorang bangsawan setempat.


Kemudian dia pergi lagi ke Wina, karena dia mendapatkan surat dari Astruc untuk pentas di ibu kota kekaisaran Austria-Hongaria. Publik di Wina luar biasa. Media terkecoh dengan pemberitaan asal mula Margarethe. Beberapa media menulis bervariasi, dia berasal dari Belanda, Jawa, Bali dan India. Postur tubuhnya juga diekpos, besar dan langsing. Kemolekannya seperti seekor binatang liar.


Pelacur Elit Asal Indonesia Sekaligus Mata-mata Jerman dan Perancis
Seorang perempuan cantik yang mirip dewi aneh, berkulit gelap mirip gelapnya malam. Sebuah media mewartakan, kalau Margarethe berusia 30 tahun, tapi wajahnya seperti gadis muda. Bahkan di bulan Desember di Belanda terbit sebuah buku berjudul:"The Life of Mata Hari, the Biography of my Daughter". Buku itu ditulis oleh Adam Zelle, ayah Margarethe.

Margarethe tidak yakin, kalau itu tulisan ayahnya sendiri. Dia percaya, kalau ada dua penulis mendatangi ayahnya, karena kepopulerannya.

Dugaan Spion ( Double Eye Spy )

Sudah berbulan-bulan telah beredar desas-desus ketegangan internasional di seluruh Eropa. Perang akan terancam meletus. Pada awal Agustus 1914 diumumkan perang telah meletus. Orang-orang di jalan marah dan beringas. Pertokoan di sepanjang jalan di Paris yang berlabel Jerman atau Austria dibakar. Tak ada lagi "Brasserie Viennoise" dan "Caf� Klein".

Polisipun kewalahan antara memihak bangsanya atau manusia pada umumnya. Di Berlin reaksinya tak beda dengan di Paris. Bangsa Jerman dan Perancis bersitegang dan dipertanyakan, kenapa Margarethe mondar-mandir di Berlin? Hanya seorang penari, namun banyak punya kenalan luas dan orang-orang penting.


Akhir bulan Juli 1914 Margarethe menjalin hubungan dengan seorang komandan polisi bernama Griebel. Margarethe sebagai gundiknya ikut melihat demonstrasi di luar istana kaisar. Semboyan "Deutschland �ber Alles" mengumandang keras. Dalam beberapa hari saja, Margarethe kena sasaran aksi anti orang asing. Suasana yang mencekam itu juga mengkhawatirkan keselamatan Margarethe. Kini dia sudah berusia 38 tahun. Dia punya akal ke Paris lewat Z�rich, Switzerland. Namun pada 7 Agustus dia sudah berada di Berlin lagi.


Bukan saja dia tanpa kawan di Berlin, tapi juga tanpa pakaian. Dia beruntung ada orang Belanda tua yang baik hati dan membelikan tiket kereta api untuk keluar dari Berlin menuju Belanda. Pada 14 Agustus dia meninggalkan Berlin dan berhenti di Frankfurt meminta dokumen perjalanan konsul Belanda. Tanggal 16 Agustus dia tiba di Amsterdam. Pada 14 Desember 1914 untuk pertama kalinya Margarethe manggung di publik Belanda. Gedung teater di Den Haag penuh sesak pengunjung. Semua orang ingin melihat penampilan Mata Hari yang sudah tersohor itu. Tak begitu lama Margarethe menemukan pasangan barunya, Baron Edouard van der Capellen.


Baron Edouard tak hanya kaya, tapi juga pimpinan kavaleri. Dia berusia 52 tahun. Dalam tempo sebulan dari perjumpaannya Margarethe dibuatkan sebuah rumah mungil nan indah oleh Baron di Den Haag. Baron menganggap Margarethe bagaikan prostitusi. Pada tanggal 13 Maret 1915 Margarethe membaca koran Belanda yang memuat fotonya dengan judul "Madame Mata Hari". Dia sedih meratapi masa jayanya yang sudah lewat, sementara di rumah pemberian Baron seperti terkekang. Pada Agustus 1915 Margarethe berulang tahun yang ke 39 tahun.


Kehidupan sehari-hari Margarethe terasa sepi, karena Baron sering bertugas berbulan-bulan tak pulang. Margarethe mencoba kabur dan akan kembali ke Paris lagi. Jalan yang dia tempuh harus berkeliling dari Amsterdam menuju pelabuhan Inggris, selat Biskaya ke Vigo,Spanyol utara. kedatangan Margarethe di Paris Desember 1915 menjadi sorotan agen Prancis. Margarethe mengenakan pakaian mahal dan berlagak sombong. Apalagi dia merasa pernah menjadi bintang di Paris.


Pada suatu kesempatan Margarethe mengungkapkan: Suatu malam bulan Mei 1916 di Den Haag aku didatangi seseorang yang bernama Karl Kramer. Kramer memberitahu tentang hubungannya dengan Perancis. Dan dia tanya aku, apakah kiranya aku bisa sedikit berbuat yang bisa membuat senang bangsa Jerman? Margarethe menirukan tawaran Kramer: "Kalau kamu bisa bantu, aku gembira dan aku sediakan bayaran sebanyak 20.000 Franc." Mendengar tawaran uang, Margarethe terpikat. Namun dia butuh beberapa hari untuk mempertimbangkan. Bagi Margarethe tidaklah teramat sulit, karena dia sudah terbiasa berbuat naif dan menjalani liku-liku dengan berbagai kalangan elit.


Margarethe mengajukan usulan, seandainya dirinya bisa berbuat lebih, bisakah ditambah bayarannya? Dan Kramer menyetujui.


Akhirnya dia menulis surat jawaban ke Kramer, kalau dirinya sanggup menerima tawaran. Betapa senang Kramer, dia cepat-cepat mendatangi rumah Margarethe sambil membawa uang kontan 20.000 Franc. Kramer juga membawa peralatan tulis rahasia berupa tiga botol tinta. Dua botol diantaranya berupa tinta tanpa warna. Sedang sebuah botol berisi tinta berwarna biru kehijauan. Cairan di botol pertama berfungsi untuk melembabkan kertas. Cairan botol kedua untuk menulis berita dan cairan di botol ketiga untuk menghapus. Margarethe tampak heran dengan peralatan rahasia itu. Tapi dia mempercayai Kramer.


Tak hanya di situ persiapan sebagai agen mata-mata. Namun ada sandi khusus yang harus dipakai Margarethe yaitu sandi nomor: H21. Sandi nomor itu harus ditulis sebagai tanda tangan. Dan semua berita harus dikirim ke alamat Hotel de l`Europe di Amsterdam.


Lalu Margarethe dikirim ke Paris, untuk mengirim berita-berita yang penting. Tapi Margarethe tak tahu apa-apa tentang tugas yang akan dilakukan. Memang antara dunia spionase dan seks sangat erat. Orang-orang yang penting posisinya dan intelek sekalipun tetap akan bertekuk lutut di atas ranjang. Di Paris petualangan cinta Margarethe dimulai lagi. Kali ini dengan seorang perwira muda Rusia bernama Vadime de Masloff. Pada suatu malam ulang tahun Margarethe yang ke 40 itu, pemuda Vadime bercinta di kamar Grand Hotel.


Vadime usianya 20 tahun lebih muda dari Margarethe. Bahkan Margarethe berujar, selama hidupnya dia hanya bercinta dengan para perwira. Suatu hari sebuah musibah menimpa pada Vadime. Sebuah granat meledak dan melukai wajah serta leher Vadime dan terkena asap gas beracun. Dia harus dirawat di rumah sakit tentara. Margarethe cemas dan bermaksud ingin mengunjungi Vadime di rumah sakit. Namun diperlukan surat khusus dari sebuah kantor kementerian perang di Boulevard St.Germain. Tak tahunya di kantor itu juga dipakai sebagai kantor agen spion Perancis. Di sebuah tangga gedung itu, secara kebetulan Margarethe berpapasan dengan kapten George Ladoux.

Hubungan antara Margarethe dan Ladoux makin dekat.


Makin diketahui, kalau Ladoux sebenarnya ketua spion Perancis. Margarethe ditawari, untuk bekerja sebagai spion untuk Perancis. Ladoux menanyakan berapa gaji yang diminta? Bayangan Margarethe melambung tinggi, utamanya mencita-citakan hidup di masa depan dengan pacar terbarunya Vadime. "Satu Juta Franc", jawab Margarethe. Ladoux mempertimbangkannya, karena gaji sejumlah itu sama dengan gaji untuk 12 spion paling handal. Namun Ladoux mencurigai, kalau Margarethe sebenarnya adalah spion untuk Jerman. Mendengar permintaan gaji yang kurang ditanggapi Ladoux, maka Margarethe mencoba meyakinkan lagi. Kalau dirinya juga kenal orang penting di Jerman bernama Kramer. Telinga Ladoux hampir pecah mendengar nama Kramer. Karena memang dia orang penting Jerman.
Margarethe Gertruide Zelle (Matahari): Pelacur Elit Asal Indonesia Sekaligus Mata-mata Jerman dan Perancis
Dari sini Ladoux makin yakin, kalau Margarethe benar-benar spion Jerman. Dan Margarethe mencoba akan menjadi double agen. Ladoux tidak mau mengambil resiko lebih jauh. Dia tak menyanggupi membayar satu juta Franc. Pada 13 Pebruari Albert Priole, komandan polisi mengetuk pintu kamar hotel,tempat Margarethe menginap. Polisi itu membawa surat perintah penahanan dan tertulis: "Madame Zelle, Margarethe dengan nama Mata Hari, beragama kristen protestan, lahir di Belanda 7 Agustus 1876, tinggi 1,75, bisa baca tulis telah dinyatakan terdakwa sebagai spion yang menyebarkan berita ke musuh." Margarethe resmi menjadi tahanan di Palais de Justice. dibawah pengawasan kapten Pierre Bouchardon. Kapten Bouchardon terus mempelajari dokumen yang dikirim dari kantor Ladoux.

Margarethe dikeluarkan dari sel untuk dilakukan pemeriksaan. Kesibukan pemeriksaan makin ditingkatkan, kasus per kasus yang telah terlewati dipertanyakan langsung pada Margarethe. Hasil pemeriksaan, sangat diragukan loyalitas Margarethe sebagai spion Perancis. Dia dituduh berbohong dan jelas terbukti sebagai spion Jerman. Margarethe mengelak dan justru mengaku bekerja untuk Ladoux. Buktinya dia sudah mengirim berita penting dari Madrid. Dalam pemeriksaan Ladoux tidak ada di tempat. Margarethe meminta menghadirkan Ladoux. Pada 10 April pihak kepolisian menyerahkan bukti pemeriksaan pada zat-zat kimia yang dipakai Margarethe. Sebuah botol tinta bertuliskan: Beracun, ternyata sebuah tinta tanpa warna itu dari bahan kwalitas terbaik. Ketika temuan polisi itu diutarakan Margarethe oleh Bouchardon. Margarethe mengelak, dia mengaku memesan di Spanyol.


Pada 25 Juli 1917 sebuah sidang tertutup digelar dengan penjagaan ekstra ketat. Beberapa saksi dan pejabat militer perang hadir. Oleh hakim pengadilan perang, Margarethe disodorkan delapan pertanyaan. Dan Margarethe dinyatakan terbukti bersalah sebagai spion Jerman. Untuk itu pengadilan perang Perancis menjatuhkan hukuman mati pada Margarethe. Pelaksanaan hukuman mati pada Senin, 15 Oktober 1917 di Bois de Vincennes, bagian timur kota Paris. 12 resimen artileri siap dengan senapan di sebuah pagi yang dingin dan berkabut.


Sedang usia semua tentara tersebut masih muda, sekitar 20 tahun. Sehari setelah pelaksanaan eksekusi, tepatnya pada Selasa, 16 Oktober 1917, berbagai media internasional memberitakan. "The Time" memberitakan penari Mata Hari telah dihukum tembak. "Daily Express", juga melangsir berita dengan judul "Spion cantik Mata Hari dihukum mati". "New York Times" menulis, penari dan petualang Mata Hari dijatuhi hukuman mati. Dia diambil dari penjara St.Lazare dan dibawa ke Vincennes untuk dihadapkan regu tembak.


"Le Figoro" mengabarkan, spion Mata Hari dihukum mati dan mayatnya dikubur di kuburan Vincennes. Dua tahun kemudian Jeanne-Louise, anak perempuan Mata Hari yang sedang menginjak usia 21 tahun meninggal dunia akibat pendarahan di otak. Berita terakhir yang sempat disiarkan oleh On The Spot menyatakan bahwa akhirnya kasus yang dirahasiakan itu terungkap dan menyatakan bahwa Mata Hari bukanlah seorang mata-mata.


Sumber: http://expo2012online1.blogspot.com/2013/09/margarethe-gertruide-zelle-matahari.html

0 comments:

Post a Comment